Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Berisiko Jadi ‘Bola Liar’ Politik

Jul 4, 2025 - 14:54
Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Berisiko Jadi ‘Bola Liar’ Politik
Gedung Mahkamah Konstitusi RI

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan gugatan terkait pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah. Putusan ini tercantum dalam perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dalam gugatan tersebut, Perludem meminta agar pemilihan umum nasional—seperti DPR, DPD, dan presiden—dipisahkan pelaksanaannya dari pemilu daerah seperti DPRD dan kepala daerah, dengan jeda waktu selama dua tahun.

Keputusan MK ini segera menjadi sorotan publik. Warganet ramai membahasnya di media sosial, sementara berbagai pihak seperti DPR, pengamat politik, hingga lembaga pemerintahan pun ikut memberikan respons.

Direktur Eksekutif Indonesia Public Policy, Aldi Pradana, menilai bahwa putusan MK ini perlu dikritisi secara mendalam karena memiliki dampak besar terhadap tata kelola kebijakan publik nasional.

"Putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan lokal patut dicermati secara kritis. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dan kualitas demokrasi, langkah ini juga membawa implikasi besar terhadap desain kebijakan publik nasional,” ujarnya, Jum'at (04/06/2025).

Aldi juga menekankan bahwa MK sebagai lembaga yudikatif seharusnya lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berdampak struktural, agar tidak dianggap melangkahi kewenangan legislatif dalam membentuk norma hukum baru.

Ia menambahkan, hasil putusan ini otomatis akan memengaruhi Undang-Undang Pemilu yang kini harus disesuaikan kembali.

“Kita perlu belajar dari kontestasi politik sebelumnya agar putusan ini tidak menjadi bola liar di masyarakat,” katanya.

Yang dimaksud Aldi dengan “bola liar” adalah potensi kekacauan yang timbul akibat ruang tafsir yang terlalu luas dari putusan tersebut.

“Putusan MK membuka ruang tafsir yang luas, karena menyentuh desain konstitusional dan sistem pemilu yang selama ini sudah berjalan. Jangan sampai ada elit politik atau oknum tertentu yang memanfaatkannya. Jika publik melihat putusan ini sebagai bagian dari rekayasa politik, maka akan muncul ketidakpercayaan terhadap MK maupun terhadap proses demokrasi secara keseluruhan,” jelas Aldi.

Ia mengingatkan bahwa hal ini bisa berdampak pada legitimasi dan stabilitas politik nasional dalam jangka panjang.