Pentingnya Mengenali Gejala Awal Hepatitis pada Anak untuk Mencegah Dampak Kronis
Jakarta - Anggota UKK Gastrohepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Rachmat Ade Yudiyanto, M.Ked(Ped), Sp.A(K) menekankan pentingnya orang tua mengenali gejala awal hepatitis pada anak agar dampaknya tidak semakin kronis dan menimbulkan efek jangka panjang. Ia menjelaskan bahwa gejala hepatitis pada anak tidak selalu ditandai dengan mata kuning, melainkan dimulai dengan gejala mirip flu atau flu-like syndrome.
"Gejala awal pada hepatitis tidak serta merta mata anak langsung kuning. Kalau bicara gejala awal khususnya untuk hepatitis yang disebabkan infeksi yaitu (hepatitis) A, B, C justru gejala yang muncul seperti gejala flu yaitu demam, mual, muntah, sehingga orang tua sering kali tidak menyadarinya dan tidak segera memeriksakan anaknya," ujar dokter Rachmat dalam diskusi daring yang diselenggarakan IDAI, Selasa (02/07/2024).
Gejala seperti flu ini, menurut dokter yang akrab disapa Ade, mungkin berlangsung selama lima hari sebagai fase awal inkubasi virus. Pada masa ini, orang tua harus segera memeriksakan anak ke fasilitas kesehatan terdekat atau menemui tenaga kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Gejala perubahan warna pada kulit atau mata anak menjadi kuning justru menandakan bahwa penyakit hepatitis yang mungkin dialami anak telah memasuki fase lanjutan. Fase lanjutan ini dapat dilihat dari perubahan warna urine maupun feses yang menjadi berbeda dari kondisi normal.
Perubahan warna pada urine dan feses dalam fase lanjutan hepatitis pada anak dapat terjadi karena gangguan pada saluran empedu atau kolestasis. Perubahan warna urine menjadi cokelat pekat seperti teh dan feses menjadi pucat adalah tanda yang harus diwaspadai.
"Kalau tidak ada kuning pada mata anak, tetapi ada perubahan pada tinja dan urine, orang tua harus waspada. Tanyakan dan pastikan kepada tenaga medis bahwa ini hepatitis atau bukan. Jika tinja berwarna pucat atau urine berwarna teh pekat, itu harus segera diperiksakan," katanya.
Ade menjelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis hepatitis, tenaga medis akan melakukan pengecekan darah pada pasien dengan memeriksa enzim SGPT (Serum Glutamate Pyruvate Transaminase). Nilai SGPT normal pada orang sehat berada di rentang 7-56 unit mikro per liter. Apabila hasilnya melebihi batas tersebut dua kali lipat atau lebih, maka besar kemungkinan pasien menderita hepatitis.
Jika hepatitis tidak ditangani sedari dini, risiko yang mungkin diterima penderitanya bisa lebih parah karena hepatitis dapat menyebabkan sirosis hati atau gagal hati yang tidak dapat disembuhkan. Hepatitis dapat terjadi melalui dua penyebab yaitu infeksi (virus Hepatitis A, B, dan C) dan non-infeksi (terlalu banyak mengonsumsi obat-obatan atau terkena racun).
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi hepatitis pada semua umur di Indonesia mencapai 0,12 persen. Penyakit ini dapat dicegah baik pada kelompok usia dewasa maupun anak-anak dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat (PHBS) atau melalui vaksinasi hepatitis.
Saat ini, vaksinasi hepatitis B tersedia secara gratis di Indonesia untuk anak-anak, sementara vaksin hepatitis A tersedia namun berbayar di klinik kesehatan yang menyediakan jasa vaksin.