Kewenangan Tambahan Polri Terkait Penyadapan Menimbulkan Isu HAM dan Demokrasi

Jakarta - Peneliti Senior Human Studies Institute (HSI), Syurya M. Nur, menyatakan bahwa kewenangan tambahan yang dimiliki Polri dalam RUU Polri mengenai penyadapan yang diatur dalam Pasal 14 ayat 1 huruf (o) menimbulkan sejumlah isu terkait hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, dan prinsip demokrasi.
"Kewenangan ini sangat sensitif dan menimbulkan sejumlah isu krusial terkait hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Seharusnya, 26 tahun pasca-reformasi 98, semangat transformasi Polri semakin mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi," kata Syurya, Jum'at (12/07/2024).
Syurya menjelaskan bahwa kewenangan penyadapan bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak privasi individu.
"Pasal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa privasi warga negara akan mudah dilanggar oleh pihak kepolisian tanpa pengawasan yang memadai," jelasnya.
Ia berpendapat bahwa jika penyadapan dilakukan tanpa batasan yang jelas, hal ini bisa menimbulkan efek mengerikan (chilling effect) terhadap kebebasan berekspresi.
"Warga negara mungkin akan merasa takut untuk menyuarakan pendapat mereka atau berkomunikasi secara bebas karena khawatir disadap," tandasnya.
Syurya mengkhawatirkan bahwa kewenangan penyadapan yang tidak diatur dengan ketat dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan.
"Jelas ini berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap hak-hak individu," tukasnya.
Pakar Komunikasi dan Politik Universitas Esa Unggul Indonesia ini berpandangan bahwa draf RUU Polri yang mengatur penyadapan bertentangan dengan prinsip hak atas rasa aman.
"Pasal 28G UUD 1945 menjamin hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman terhadap hak pribadi. Selain itu, UU No. 39/1999 tentang HAM mengatur hak privasi dan perlindungan terhadap intervensi yang tidak sah dalam kehidupan pribadi," tandasnya.
Syurya menegaskan bahwa kewenangan penyadapan oleh Polri harus sinkron dengan UU lainnya dalam masalah prosedur dan koordinasi dengan lembaga lainnya.
"Ada kemungkinan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UU lain yang mengatur penyadapan, misalnya UU No. 19/2016 tentang ITE atau UU No. 17/2011 tentang Intelijen Negara. Sehingga perlu dikaji ulang dan ada sinkronisasi dengan UU lainnya agar kuat masalah pengawasan dan prosedur penyadapan yang ketat untuk melindungi hak-hak individu," tutupnya.