JMSI Bali Gelar Diskusi Publik, Soroti Isu Sampah di Pulau Dewata

Denpasar - Pengurus Daerah (Pengda) Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Bali menggelar diskusi publik bertajuk "Bali Bebas Masalah Sampah: Realistis atau Utopis?" di Inna Bali Heritage Hotel, Denpasar, Selasa (25/02/25). Acara ini digelar sebagai bentuk kepedulian JMSI terhadap isu lingkungan, khususnya permasalahan sampah di Bali.
Diskusi ini menghadirkan Ketua TP PKK Provinsi Bali, Ny. Putri Koster, sebagai keynote speaker. Sementara narasumber panel terdiri dari Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bali I Made Rentin, Wakil Dekan I Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana I Gede Hendrawan, serta Ketua Yayasan Bumi Kita I Wayan Askara. Diskusi dipandu oleh Bidang Hukum JMSI Bali, I Putu Wiradana.
Ketua JMSI Bali, Nyoman Ady Irawan, menegaskan bahwa JMSI hadir untuk berkontribusi dalam membangun kehidupan demokratis dan menyelesaikan isu sosial. "Diskusi ini kami selenggarakan sebagai bentuk komitmen kami dalam mendorong solusi terhadap problematika sosial di Bali, khususnya dalam pengelolaan sampah," ujarnya.
Ady Irawan berharap diskusi ini dapat menggali berbagai perspektif publik dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penanganan sampah. Menurutnya, tanggung jawab pengelolaan sampah tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah, tetapi harus menjadi perhatian bersama seluruh masyarakat Bali.
Ketua Dewan Pembina JMSI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), dalam sambutannya menyebut sampah sebagai ancaman serius bagi Bali, yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan daerah. "Masalah sampah bisa berdampak langsung pada perekonomian Bali," ungkapnya.
Cok Ace menekankan pentingnya regulasi pengelolaan sampah dan sosialisasi masif, terutama di tingkat rumah tangga. "Kita harus serius menangani sampah sejak dari sumbernya, baik di hulu maupun di hilir," tambahnya.
Sementara itu, Ketua TP PKK Bali, Ny. Putri Suastini Koster, menyoroti peran strategis desa dalam pengelolaan sampah. Ia menegaskan bahwa kepala desa dan *bendesa adat* harus memiliki visi jelas dalam menangani sampah.
"Jika desa tidak mampu mengelola sampahnya sendiri, lalu siapa yang bisa diharapkan? Pemerintah sudah menyediakan regulasi, bantuan, dan edukasi. Sekarang, tinggal bagaimana kepala desa dan *bendesa adat* mau bergerak atau tidak," ujarnya.
Putri Koster menegaskan bahwa pengelolaan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah provinsi atau kabupaten, tetapi harus dimulai dari desa. Program berbasis sumber harus dioptimalkan, termasuk pengolahan sampah mandiri sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir.
"Jika pemimpin desa tidak peduli, jangan salahkan kalau lingkungan tercemar. Masyarakat juga harus lebih cerdas dalam memilih pemimpin yang benar-benar peduli pada lingkungan, bukan sekadar janji kosong saat kampanye," pungkasnya.