29 Musisi Ternama Gugat UU Hak Cipta

Apr 25, 2025 - 15:23
29 Musisi Ternama Gugat UU Hak Cipta
Gedung Mahkamah Konstitusi RI

Jakarta - Sebanyak 29 musisi papan atas Indonesia mengajukan uji materi terhadap lima pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai pasal-pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi merugikan hak konstitusional pelaku pertunjukan musik.

Kelima pasal yang dimohonkan uji materi adalah Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2). Para musisi merasa profesi mereka kini berada dalam situasi yang membingungkan bahkan mengkhawatirkan, terutama akibat penafsiran dan pelaksanaan undang-undang yang dinilai tidak konsisten di lapangan.

“Dalam praktiknya, para musisi ini merasa harus menghadapi ketidakpastian karena adanya perbedaan penafsiran yang mengancam kebebasan mereka dalam berkarya dan tampil di atas panggung,” jelas kuasa hukum pemohon, Panji Prasetyo, saat sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (24/04/2025).

Deretan nama besar dalam permohonan ini mencakup Armand Maulana, Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Bunga Citra Lestari, Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Fadly Padi, Ikang Fawzi, Andien, dan lainnya.

Permohonan ini juga dilatarbelakangi kasus penyanyi Once Mekel, yang dilarang menyanyikan lagu-lagu Dewa tanpa izin dan kewajiban membayar royalti langsung ke pencipta lagu. Para pemohon merasa kondisi serupa dapat menimpa mereka sewaktu-waktu.

Dalam permohonannya, para musisi ini meminta agar Pasal 9 ayat (3) tetap dinyatakan konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penggunaan komersial karya dalam pertunjukan tidak memerlukan izin pencipta, namun tetap wajib membayar royalti.

Sementara itu, Pasal 23 ayat (5) diminta untuk dimaknai bahwa “setiap orang” adalah penyelenggara pertunjukan, dan pembayaran royalti dapat dilakukan sebelum atau sesudah pertunjukan berlangsung.

Pasal 81 diminta agar diinterpretasikan bahwa lisensi dari pencipta tidak diperlukan untuk penggunaan komersial dalam pertunjukan, selama tetap ada pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Adapun Pasal 87 ayat (1) diminta agar tidak dimaknai bahwa pungutan royalti hanya bisa dilakukan melalui LMK, melainkan bisa juga dilakukan secara mandiri dan tidak diskriminatif.

Terakhir, Pasal 113 ayat (2) dimohon untuk dinyatakan inkonstitusional dan dihapus, karena dinilai memberikan ancaman pidana yang berlebihan terhadap para pelaku pertunjukan musik.

Dengan uji materi ini, para pemohon berharap ada kejelasan hukum dan perlindungan hak konstitusional dalam menjalankan profesi sebagai musisi, khususnya dalam konteks penampilan dan pertunjukan komersial.